CERPEN APANYA DONG ?

APANYA DONG ?


Pikir-pikir apanya-apanya, a…panya do…ng?
Sesuatu yang sangat menari…k
Dia punya apa?
Kenapa guru- guru menyuakainya?
Lihat nilai Sains-nya, Inggrisnya, BI-nya,
Semua biasa saja.

Itu yang kusenandungkan jika aku mengigingat Jonat . Semua teman menyukai Jonat. Guru-guru pun demikian, selalu memberi senyuman yang paling menawan untuk Jonat.

Sedang aku? Guru-guru hanya mengangguk jika kutegur. Bahkan ada seorang guru (sst enggak usah kusebut ya namanya) yang hanya mengedipkan matanya sejenak jika aku menengurnya. Sampai-sampai aku malas menegur guru tersebut. Kalau teman-temanku? Biasa saja, bahkan ada yang tidak menyukaiku.

Mulanya aku tak terlalu memikirkan Jonat. Ceritanya siang itu nilai tes IPS-ku tertinggi di kelas. Senyumku selalu merekah sejak kedua jempol Pak Atur diacungkan untukku. Aku menjadi perhatian kelas saat itu. Teman-teman juga kurasa mamandang takjub padaku.

Pokoknya siang itu adalah milikku dan aku semakin saksama mendengar pelajaran dari Pak Atur. Namun saat istirahat, aku melihat senyum Pak Atur mengembang untuk Jonat saat mereka berpapasan. Saat Pak Atur berpapasan denganku, beliau juga ternyum, sih. Namun aku sebal saja melihat perlakuan Pak Atur pada Jonat.

Aku penasaran dan mulai menyelidiki segala sesuatu tentang Jonat. Awalnya aku berpikir, Jonat mungkin anak orang penting di sekolahku. Entah anak ketua yayasan, atau anak orang kaya yang sering memberi sumbangan untuk sekolah.

Ternyata bukan!

Jadi apanya do…ng?
Aku mulai sering menguntit Jonat . Pokoknya aku menjadi kepo berat terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Jonat. Hihi, aku jadi ingat lirikan aneh mata Lala teman sekelasku saat memergokiku mengikuti Jonat. Aku segera menyibukkan diriku dengan membaca , begitu Lala melirik. Atau jangan-jangan Lala malah menyelidikiku, hahaha. Selidik punya selidik dong!
Di lorong sekolah kulihat Jonat berlari menyusul Bu Leni yang kerepotan membawa setumpuk buku dan menjinjing laptop. Laptop cepat beralih ke tangan Jonat. Jonat mengiringi Bu Leni sampai ke ruang guru.

Kali lain, Jonat sigap memungut pensil Auri yang jatuh tepat di kakinya. Pemandangan lain tentang Jonat, dia ringan tangan memindahkan sampah yang tercecer ke tong sampah, padahal murid-murid lain yang lalu lalang sebelumnya, cuek saja.

“Lala, masih di dalam kelas, Tante, ” tutur Jonat pada mama Lala yang bolak balik di depan gerbang sekolah.
“Oh, begitu ya Jonat, makasih ya, biar tante tunggu di mobil,” sahut mama Lala sementra tangannya mengusap kepala Jonat.
Ketika menunggu jemputan, aku berdiri tak jauh dari Jonat. Jadi aku mendengar dengan baik ucapan Jonat dengan Mama Lala. Ternyata mama Lala juga bersikap sangat manis pada Jonat.

“Lala…, ditunggu mamamu di mobil,” sejenak Jonat berteriak ke arah Lala yang berlari menuju gerbang tempat kami berdiri.

“Makasih ya…,” seloroh Lala sambil berlari menuju mobil mamanya.
Draap! Terdengar suara pintu mobil ditutup. Tin tin! Mama Lala memberi klakson untuk Jonat. Jonat berdadah dan dibalas oleh Lala.
Sesaat kulirik Jonat, dia memberi senyuman untukku. Aku tergagap membalas senyumnya.

Tin tin, tin tin! Kembali terdengar suara klakson mobil. Siapa lagi nih yang menyapa Jonat, pikirku . Aku membenamkan mataku ke ujung sepatu seraya berkeyakinan bahwa Jonat memang “sakti”.

Terasa bahuku ditepuk perlahan. Senyum hangatnya menggiring mataku memandang ke jalan. Oooww, ternyata itu Pak Dundung sopir papa.
“Makasih ya, Jonat baik,” ujarku sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman. Tanganku disambut oleh Jonat sembari memamerkan giginya yang tersusun rapi. Aku tercengang sendiri dengan salam yang kusodorkan untuk Jonat.
Aku melambaikan tangan pada Jonat sambil menuju mobil. Draaap, aku menutup pintu mobil dan tin tin! Pak Dundung memberi klakson untuk Jonat.
“Memang Pak Dundung kenal dengan temanku tadi?” selidikku.
“Ah, enggak juga sih, tapi Bapak suka anak itu, sepertinya dia anak baik seperti Nak Firza,” ungkap Pak Dundung.

Aku disebut anak baik oleh Pak Dundung? Aku jadi menciut membayangkan beberapa hari yang lalu aku merepet panjang saat Pak Dundung terjebak macet dan terlambat menjemputku. Terbayang di pelupuk mataku kejadian yang lain, aku melotot kepada Pak Dundung karena saat aku sudah duduk di mobil ternyata tasku belum dibawakan oleh beliau.

“Bapak hanya mengenali anak itu, karena selain baik, dia selalu tampak patuh menunggu jemputannya,” tambah Pak Dundung.

Aku merasakan diriku seolah melorot ke bawah jok mobil . Pernah saat pulang sekolah, Pak Dundung kembali terlambat menjemputku. Karena bosan menunggu, aku menyeberang menuju minimarket yang ada dibelokan untuk membeli penganan.

Masih terekam dengan baik di otakku, betapa pucatnya Pak Dundung di siang terik itu, mengira aku telah diculik orang. Menurut Pak Dundung, beliau sudah mencariku kesana kemari.

“Anak itu yang memberitahu bapak kemana Nak Firza pergi, saat bapak kelabakan mencarimu,” tutur Pak Dundung seakan bisa membaca lamunanku.
“ Mm mm maafin, kelaku…an Firza selama i…ni ya Pak,” ujarku pada Pak Dundung.

Pak Dundung mengacungkan jempolnya dan memberiku sebuah senyuman lewat kaca spion.

Komentar

  1. As stated by Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason this country's women live 10 years longer and weigh on average 42 pounds less than we do.

    (By the way, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING related to "how" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    Tap this link to reveal if this brief quiz can help you release your real weight loss potential

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS MAKALAH BAHAN BANGUNAN- Doc

50 CONTOH GAMBAR BAHAN BANGUNAN DAN FUNGSINYA- Doc